JAKARTA – PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk atau BTN menyiapkan enam usulan langkah strategis dalam rangka mendukung target pemerintah memenuhi seluruh kebutuhan rumah layak masyarakat Indonesia pada 2045 atau zero backlog perumahan.
Usulan tersebut diracik agar kebutuhan rumah rakyat terpenuhi, namun mengurangi penggunaan anggaran negara dan memaksimalkan pemakaian dana di luar milik negara.
Direktur Utama BTN Haru Koesmahargyo mengatakan, peluang di sektor perumahan masih sangat besar untuk dikembangkan. Apalagi, pemerintah membidik target rasio keterhunian rumah dan rumah layak mencapai 100% pada 2045.
Menurut Haru, untuk mencapai target ekosistem perumahan di 2045 tersebut, dibutuhkan tambahan pasokan hunian mencapai lebih dari 14 juta unit. Jumlah itu juga memerlukan sumber pendanaan yang stabil.
“Kami berupaya mendukung penyelesaian backlog perumahan tersebut dengan beberapa usulan, yakni skema baru KPR FLPP, skema baru KPR SSB, rent to own untuk MBR Informal, KPR dengan skema staircasing shared ownership, Penetapan Imbal Jasa Penjaminan (IJP), dan pengalihan dana subsidi uang muka ke pembayaran pajak pembeli,” jelas Haru dalam keterangan resmi, Kamis (26/1).
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Consumer BTN Hirwandi Gafar merinci, skema baru Kredit Pemilikan Rumah Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (KPR FLPP) yang diusulkan perseroan. Yakni, dengan masa tenor subsidi selama 10 tahun dan bunga 5%.
Kemudian, untuk tahun berikutnya, diberlakukan penyesuaian skema mengikuti perbaikan ekonomi debitur KPR Subsidi.
Untuk skema baru KPR SSB, lanjut dia, diberikan dengan plafon yang lebih besar dari KPR FLPP. Tenor subsidi pun hanya 10 tahun dan mengalami penyesuaian sesuai perbaikan ekonomi debitur. Bunga subsidi yang diberikan, yaitu sebesar 7%.
Sementara itu, usulan skema KPR rent to own (RTO) ditujukan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) Informal. Melalui fasilitas tersebut, MBR Informal dapat menikmati fasilitas sewa selama enam bulan sebelum mendapatkan KPR.
Hampir mirip dengan RTO, sambung Hirwandi, skema staircasing shared ownership (SSO) menawarkan skema kepemilikan secara bertahap untuk rumah subsidi. Tahap pertama, yakni sewa dan KPR. Lalu tahap kedua, yakni KPR.
Dia menambahkan, usulan berikutnya, yaitu penetapan standarisasi Imbal Jasa Penjaminan (IJP). Selain itu, BTN juga mengusulkan untuk mengalihkan dana Subsidi Bantuan Uang Muka (SBUM) untuk pembayaran biaya pajak pembeli (BPHTB).
“Kami berharap, secara bertahap implementasi usulan ini dapat mengurangi penggunaan dana negara untuk perumahan rakyat, namun manfaat yang diterima masyarakat Indonesia semakin besar,” kata Hirwandi.
Penandatanganan Komitmen Adapun, dalam kesempatan yang sama, BTN melakukan penandatanganan komitmen bersama dengan para anggota Ekosistem Pembiayaan Perumahan.
Komitmen tersebut ditandatangani Direktur Utama BTN Haru Koesmahargyo, Komisioner BP Tapera Adi Setianto, dan Direktur Utama Perum Perumnas Budi Saddewa Soediro.
Melalui penandatanganan tersebut, para anggota Ekosistem Pembiayaan Perumahan bersepakat untuk aktif berkoordinasi dalam rangka pengembangan perumahan.
Selain itu, para anggota juga berkomitmen aktif melakukan kajian dan rekomendasi kebijakan untuk penguatan pasar pembiayaan perumahan.
Usulan tersebut diracik agar kebutuhan rumah rakyat terpenuhi, namun mengurangi penggunaan anggaran negara dan memaksimalkan pemakaian dana di luar milik negara.
Direktur Utama BTN Haru Koesmahargyo mengatakan, peluang di sektor perumahan masih sangat besar untuk dikembangkan. Apalagi, pemerintah membidik target rasio keterhunian rumah dan rumah layak mencapai 100% pada 2045.
Menurut Haru, untuk mencapai target ekosistem perumahan di 2045 tersebut, dibutuhkan tambahan pasokan hunian mencapai lebih dari 14 juta unit. Jumlah itu juga memerlukan sumber pendanaan yang stabil.
“Kami berupaya mendukung penyelesaian backlog perumahan tersebut dengan beberapa usulan, yakni skema baru KPR FLPP, skema baru KPR SSB, rent to own untuk MBR Informal, KPR dengan skema staircasing shared ownership, Penetapan Imbal Jasa Penjaminan (IJP), dan pengalihan dana subsidi uang muka ke pembayaran pajak pembeli,” jelas Haru dalam keterangan resmi, Kamis (26/1).
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Consumer BTN Hirwandi Gafar merinci, skema baru Kredit Pemilikan Rumah Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (KPR FLPP) yang diusulkan perseroan. Yakni, dengan masa tenor subsidi selama 10 tahun dan bunga 5%.
Kemudian, untuk tahun berikutnya, diberlakukan penyesuaian skema mengikuti perbaikan ekonomi debitur KPR Subsidi.
Untuk skema baru KPR SSB, lanjut dia, diberikan dengan plafon yang lebih besar dari KPR FLPP. Tenor subsidi pun hanya 10 tahun dan mengalami penyesuaian sesuai perbaikan ekonomi debitur. Bunga subsidi yang diberikan, yaitu sebesar 7%.
Sementara itu, usulan skema KPR rent to own (RTO) ditujukan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) Informal. Melalui fasilitas tersebut, MBR Informal dapat menikmati fasilitas sewa selama enam bulan sebelum mendapatkan KPR.
Hampir mirip dengan RTO, sambung Hirwandi, skema staircasing shared ownership (SSO) menawarkan skema kepemilikan secara bertahap untuk rumah subsidi. Tahap pertama, yakni sewa dan KPR. Lalu tahap kedua, yakni KPR.
Dia menambahkan, usulan berikutnya, yaitu penetapan standarisasi Imbal Jasa Penjaminan (IJP). Selain itu, BTN juga mengusulkan untuk mengalihkan dana Subsidi Bantuan Uang Muka (SBUM) untuk pembayaran biaya pajak pembeli (BPHTB).
“Kami berharap, secara bertahap implementasi usulan ini dapat mengurangi penggunaan dana negara untuk perumahan rakyat, namun manfaat yang diterima masyarakat Indonesia semakin besar,” kata Hirwandi.
Penandatanganan Komitmen Adapun, dalam kesempatan yang sama, BTN melakukan penandatanganan komitmen bersama dengan para anggota Ekosistem Pembiayaan Perumahan.
Komitmen tersebut ditandatangani Direktur Utama BTN Haru Koesmahargyo, Komisioner BP Tapera Adi Setianto, dan Direktur Utama Perum Perumnas Budi Saddewa Soediro.
Melalui penandatanganan tersebut, para anggota Ekosistem Pembiayaan Perumahan bersepakat untuk aktif berkoordinasi dalam rangka pengembangan perumahan.
Selain itu, para anggota juga berkomitmen aktif melakukan kajian dan rekomendasi kebijakan untuk penguatan pasar pembiayaan perumahan.