Pelaku pasar mengapresiasi keberhasilan PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) dalam menuntaskan agenda penerbitan saham baru dengan skema hak memesan efek terlebih dulu (HMETD). Kelebihan permintaan (oversubscribed) hingga 1,6 kali menunjukkan tingginya minat investor terhadap BUMN spesialis kredit perumahan ini.
Analis menilai ada tiga faktor penting dibalik tercapainya target Rp4,13 triliun dari aksi korporasi ini. Pertama, dukungan penuh pemerintah selaku pemegang saham pengendali yang ditunjukkan dengan exercise seluruh rights sejak hari pertama pelaksanaan. Penyertaan modal negara (PMN) senilai Rp2,48 triliun mampu meyakinkan investor publik untuk ikut melaksanakan haknya. Bahkan sejumlah investor institusi, seperti dana pensiun, meminta tambahan saham dalam jumlah besar di hari terakhir.
Kedua, strategi penetapan harga yang memberikan kesempatan investor untuk memetik cuan. Dengan harga pelaksanaan (exercise price) di Rp1.200 dan pergerakan harga saham BBTN yang stabil di atas Rp1.300, investor termotivasi untuk tebus rights. BBTN meraup sekitar Rp1,65 triliun dari investor non pengendali.
“Harga sahamnya sendiri sudah undervalue, apalagi harga rightsnya. Rights issue ini menguntungkan semua pihak, baik BBTN sebagai yang punya hajat, pemerintah maupun investor publik. Semua cuan, semua happy,” kata analis MNC Sekuritas, Tirta Widi Gilang Citradi.
Fundamental BTN Kuat
Harga wajar BBTN, atau setara 1x PBV, berada di level Rp2.030. Artinya, saat ini, saham BBTN diperdagangkan di 0,6x PBV. Terlampau murah untuk ukuran bank dengan aset Rp400 triliun dan diperkirakan (unaudited) meraih laba Rp3 triliun untuk kinerja tahun 2022. Dengan rasio PBV di bawah 1x, BBTN jelas lebih menarik dibandingkan bank besar lainnya yang sudah mencapai PBV 2x- 4x.
“Melihat fundamental yang semakin membaik dan prospek bisnis yang menjanjikan, tidak sulit bagi BBTN untuk kembali ke 1x PBV,” kata analis Jasa Utama Capital Cheryl Tanuwidjaja beberapa waktu lalu.
Ketiga, fundamental yang kokoh dan kinerja yang terus membaik. Investor melihat BBTN sudah berubah dan tidak lagi seperti dulu. Manajemen kini lebih fokus pada pertumbuhan yang berkualitas dan menciptakan inovasi produk yang relevan dengan bisnis inti yakni di pembiayaan rumah tapak.
Dari sisi fundamental, BBTN berhasil menekan NPL dan telah mengeluarkan kredit macet senilai Rp1 triliun dari neraca. Dana pihak ketiga pun juga membaik dengan lonjakan porsi dana murah (CASA) dibanding deposito. Konsistensi dalam meningkatkan DPK berbiaya murah juga berdampak positif ke rasio intermediasi (loan to deposit ratio/LDR) yang kini anteng berada di bawah level 100%. DPK meningkat berkat strategi digitalisasi melalui mobile banking apps.
“Statement wadirut (Nixon L.P Napitupulu) yang menyatakan BTN kembali ke khittah sebagai penyalur kredit rumah tapak menciptakan optimisme di kalangan pelaku pasar. Keputusan BTN menjauhi pembiayaan apartemen sudah tepat,” kata Tirta.
Paska rights issue, publik kini menunggu gebrakan berikutnya dari BBTN. Dengan mengantongi dana segar Rp4,13 triliun, BBTN punya ruang lebih besar untuk melipatgandakan pembiayaan. Ini menjadi kesempatan terbaik dalam mendukung agenda pemerintah untuk menekan angka backlog perumahan.
“Dengan oversubscribed 1,6x, menunjukkan tingginya harapan investor terhadap prospek perusahaan. BTN pun semakin sehat dan semakin memiliki energi untuk terus ekspansi," ujar Meneg BUMN Erick Thohir akhir pekan lalu.